Jumat, 18 November 2011

Naik Motor Tua Beda Banget

Kuncoro Hari Prasetyo, Naik Motor Tua Beda Banget 

 MOTOR tua dan Kuncoro Hari Prasetyo nyaris tak bisa dipisahkan. Hampir setiap hari lelaki yang bekerja pada sebuah hotel bintang lima di Jakarta ini selalu mengendarai motor dari berangkat kerja hingga pulang kantor.

Berbagai pengalaman tragis pernah dialami bungsu dari empat bersaudara ini ketika mengendarai kuda besi tersebut. Diantaranya pernah mengalami kecelakaan hingga enam kali. Tidak heran, luka-luka bekas kecelakaan dari yang ringan dan berat pun menjadi ‘perhiasan’ di sekujur tubuhnya.

Tidak itu saja, akibat kecelakaan transportasi yang dialaminya tulang hidungnya pun harus diangkat. Namun lelaki kelahiran Jakarta,  4 September 1978 tersebut ternyata tidak kapok untuk mengendarai sepeda motor.  Sepeda motor tetap menjadi tunggangan utamanya kemana pun ia pergi.
Foto : IstimewaFoto : Istimewa“Naik motor praktis. Apalagi kalau motor tua ini, beda banget rasanya. Kalau lagi di lampu merah sering menjadi perhatian banyak orang karena dianggap beda,” kata Kuncoro Hari Prasetyo saat mengikuti program Silaturahmi yang digelar TNOL di Resto Kedai Halaman Jakarta, Sabtu (22/1).
Menurut Tyo,  panggilan akrab lelaki yang hobi guyon ini, ia sempat enam kali mengalami kecelakaan ketika masih duduk di bangku SMA tahun 1997. Kala itu, usai sekolah, Tyo naik sepeda motor Yamaha RX King berboncengan dengan teman akrabnya bernama Ubaidillah.
Foto : IstimewaFoto : IstimewaTepat di pertigaan Komplek Deptan, Ragunan, mendadak sebuah taksi menabraknya. Akibatnya Tyo menderita luka yang cukup serius, bibirnya mengalami pecah hingga harus dijahit. Tyo juga mengalami muntah darah. Selain itu, tulang hidung sebelah kanan juga hancur sehingga harus diangkat.
Berdasarkan diagnosa dokter, Tyo menderita gegar otak ringan dan otaknya mengalami kemiringan 35 derajat. Akibat kecelakaan tersebut, wajah Tyo juga harus diperban layaknya mummi. Kencangnya benturan juga menyebabkan engsel kaki kanannya bengkok.
Tidak itu saja, taksi yang menabraknya juga mengalami kerusakan yang serius. Kap, penutup mesin depannya sampai naik ke atas. Tyo harus dibawa ke RS Pasar Minggu. Namun selang satu hari Tyo meminta pulang sehingga ketika sampai di rumah mengalami koma. Menghindari hal-hal yang tidak diinginkan Tyo pun dilarikan kembali ke rumah sakit dan dirawat di RS Tria Dipa.
Kecelakaan berikutnya terjadi usai pulang sekolah juga. Kala itu Tyo ditabrak mobil boks di dekat sekolahnya. Tidak sempat masuk ke rumah sakit tapi akibat kecelakaan tersebut harus menghabiskan enam dus obat merah untuk mengobati luka-lukanya. Dari kecelakaan itu juga tulang belikatnya bergeser sehingga harus diurut selama dua hari.
Foto : IstimewaFoto : IstimewaKecelakaan ketiga dialami ketika mengadakan touring ke Puncak, Bogor, tahun 1998. Kala itu Tyo tidak mengalami luka tapi akibat kecelakaan tersebut, mobil yang menabrak  sepeda motornya mengalami kerusakan pada shock brecker-nya.
Kecelakaan keempat terjadi ketika pulang kerja, ia diseruduk metro mini No 75 Jurusan Blok M-Pasar Minggu. Pada kecelakaan tersebut ia tidak mengalami luka-luka.  Kecelakaan kelima yang dialaminya yakni saat ia pulang touring tahun 2008 di Patrol Indramayu. Tidak ada yang luka tapi tromol mesin sepeda motornya mengalami pecah sehingga harus ditarik oleh motor lain temannya.
Sementara kecelakaan yang teranyar yakni ketika ia menjadi sasaran kebrutalan anak-anak SMA tahun 2010. Tyo dipukuli oleh 20 siswa SMA hingga menderita luka di wajahnya. Menurut Tyo, sebagai pengendara sepeda motor berbagai kecelakaan pasti akan menghadangnya. Oleh karena itu setiap pengendara harus waspada dan hati-hati. “Naik motor itu resikonya kalau enggak ditabrak, ya nabrak,” paparnya.
Foto : IstimewaFoto : IstimewaSaat ini lelaki lulusan Sekolah Perhotelan di Pondok Labu Jakarta Selatan ini telah memiliki tiga sepeda motor tua yakni Honda 90s tahun 1969, Honda C70 tahun 1978 dan Honda CB100 tahun 1978. Meski demikian, ia tidak punya SIM. Lho?
Alasan Tyo tidak ingin memiliki SIM karena surat legalitas bagi pengendara tersebut tidak menjadi jaminan pengendara akan mengemudikan kendaraan secara baik dan benar. “Yang penting bisa mengendalikan diri dan motor. Apalagi nyawa hanya satu,” tegasnya.
Tidak mengurus SIM, sambung Tyo, karena ketika mendapatkannya juga harus nembak alias lewat jalan belakang. Oleh karena itu ketika seseorang mendapat SIM maka tidak berpengaruh terhadap sikapnya berkendara. “Kuncinya adalah pengendalian diri. Kalau itu sudah dipegang maka amanlah berkendaraan,” jelasnya.(Fitryan GD)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Design Blog, Make Online Money